Saya coba-coba menelusuri belantara rimba Google untuk mencari link
terkait dengan kata 'dosen'. Di Wikipedia saya dapatkan bahwa dosen adalah
pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Setidaknya seperti itu yang
tercantum dalam pasal 1 Undang-Undang nomor 14 tahun 2005. Selanjutnya dalam
pasal 3 disebutkan bahwa Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga
profesional pada jenjang pendidikan tinggi
yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada bagian selanjutnya disebutkan kualifikasi pendidikan dosen adalah minimal lulusan program magister (S2) untuk mengajar di tingkat diploma atau sarjana. Saya kira tidak perlu menjelaskan lebih jauh tentang apa dan bagaimana kriteria atau kualifikasi seorang dosen karena sudah cukup jelas dan bisa dibaca lengkap dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 2009 tentang Dosen.
Dalam salah satu tugas utamanya, dosen bertugas mentransformasikan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui jalur pendidikan. Dalam upaya transformasi ini, tentunya dosen berhak mengembangkan cara, metode dan teknik untuk mencapai sasaran. Artinya kegiatan mentransformasikan adalah keawajiban seorang dosen sedangkan cara atau motode yang digunakan menjadi haknya asalkan tujuannya tercapai. Tetapi dalam merumuskan metode tersebut, seorang dosen harus mempertimbangkan efektifitasnya dan efisiensinya. Karena kita tahu bahwa pendidikan tinggi mempunyai masa tempuh sehingga harus dipikirkan cara sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan sesegara mungkin. Dosen adalah ilmuwan sehingga pengembangan metode pengajaran bukanlah suatu masalah yang memberatkan. Ketika suatu metode pengajaran dievaluasi berdasarkan tingkat keberhasilan mahasiswa menginternalisasi ilmu dan mengembangkan wawasan tidak cukup efektif, maka sudah seharusnya dosen sebagai pengelola kegiatan perkuliahan menganalisa titik efektif yang harus distimulasi agar kegiatan perkuliahan lebih segar dan mencerahkan. Mahasiswa tentu sangat tidak mengharapkan dosen yang membosankan apalagi ditambah dingan sikap killer -dalam istilah mahasiswa-. Tetapi contoh kasus dosen yang seperti ini biasanya menjadi raja diktator bagi mahasiswa dengan senjata pamungkasnya adalah trisula (nilai E).
Tidak asing bagi kita sebutan bahwa mahasiswa adalah manusia dewasa sehingga terapan metode pendidikan di perguruan tinggi adalah andragogi. Sebenarnya istilah andragogi tidak terkait dengan umur atau kedewasaan sesorang karena penekanan metode ini adalah pada keterlibatan peserta didik dalam proses pendidikan. Mahasiswa sebagai mitra belajar dosen selayaknya ditempatkan dan diperlakukan sebagai manusia yang memiliki kesadaran penuh atas tindakan dan tanggung jawabnya. Tetapi tentunya makna kedewasaan bagi mahasiswa bukan suatu celah bagi dosen untuk melemparkan tanggung jawab pendidikan dan memikulkan sepenuhnya ketidakberhasilan mahasiswa pada dirinya sendiri. Memang benar bahwa di dunia pendidikan tinggi, dosen bukan satu-satunya sumber belajar bahkan pada jenjang di bawahnya. Peran dosen di sini yang terpenting adalah mengelola pendidikan sehingga setiap pihak yang terlibat dapat melaksanakan tugasnya dan mencapai tujuannya. Di sinilah letak profesionalisme seorang dosen yaitu menciptakan lingkungan belajar bagi mahasiswa agar termotivasi untuk mengembangkan diri.
Dosen juga manusia. Tidak ada yang menyangkal realita ini. Tetapi jargon yang sedang populer ini untuk lebih longgar mentoleransi kelalaian seseorang hendaknya tidak disalahposisikan dalam lingkungan profesional. Kesalahan tidak bisa dicampuradukkan dengan kelalaian. Kesalahan adalah ujian bagi profesionalisme tetapi kelalaian adalah bencana. Bagi seorang dosen yang merasa tidak penting untuk mengembangkan metode perkuliahan agar berlangsung efektif dan menyegarkan wawasan, hendaknya dedepak dari lingkungan profesional. Karena dosen adalah PENDIDIK PROFESIONAL.
Dosen juga manusia. Tidak ada yang menyangkal realita ini. Tetapi jargon yang sedang populer ini untuk lebih longgar mentoleransi kelalaian seseorang hendaknya tidak disalahposisikan dalam lingkungan profesional. Kesalahan tidak bisa dicampuradukkan dengan kelalaian. Kesalahan adalah ujian bagi profesionalisme tetapi kelalaian adalah bencana. Bagi seorang dosen yang merasa tidak penting untuk mengembangkan metode perkuliahan agar berlangsung efektif dan menyegarkan wawasan, hendaknya dedepak dari lingkungan profesional. Karena dosen adalah PENDIDIK PROFESIONAL.
0 komentar:
Posting Komentar