Tema ini dulunya adalah obrolan usang di kalangan teman-teman HMI yang sering asyik mengkritik kemapanan ilmu pengetahuan yang dianggap tabu oleh sebagian akademisi. Meskipun saat itu mereka belum mampu menghasilkan suatu teori yang dapat dianggap memenuhi standar ilmiah, tetapi sikap kritis ini sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan kreatifitas agar ilmu pengetahuan terus berkembang tidak terbatas oleh orang-orang yang dianggap mumpuni. Teori-teori baru dapat lahir dari otak siapa pun karena setiap pemikiran memiliki keunikan yang dapat menangkap realitas dengan kepekaannya tersendiri.
Mahasiswa sering diperhadapkan pada kenyataan bahwa mereka diharuskan mengakui kebenaran teori-teori terdahulu. Pengujian-pengujian yang dilakukan baik pembuktian teoritis maupun eksperimen di laboratorium hanyalah aktivitas pembuktian teori baku yang diwariskan oleh ilmuwan-ilmuwan terdahulu. Kurikulum di perguruan tinggi saat ini mungkin sudah lebih fleksibel, tetapi praktek pengajaran masih menggunakan tradisi klasik yang tidak mengarahkan mahasiswa pada riset sehingga output pendidikan masih menjadi kotak penampungan teori yang seragam dari masa ke masa.
Kita tentu tidak buta dengan sejarah bahwa orang-orang berilmu zaman terdahulu tidak semua melalui jalan yang mulus dalam pendidikan formalnya, tetapi teori mereka yang kita agungkan hingga hari ini tidak menginspirasi kita untuk memahami proses kreatifnya.